Topeng Malang dari Dusun Glagahdowo

Topeng Malang dari Dusun Glagahdowo
Empatbelas kilometer arah timur Kota Malang, satu dusun didiami oleh empat dari sedikit seniman tradisi topeng Malangan yang tersisa sampai detik ini. Glagahdowo nama dusun itu. Satu dari empat seniman yang masih eksis itu, Soetrisno (64), berinisiatif mengabarkan dinamika keberadaan kesenian mereka melalui tulisan tangan putrinya. Upaya revitalisasi yang sangat sederhana dari sebentuk kebudayaan khas ini jauh dari hingar bingar seminar kebudayaan, analisa budaya pada massmedia, jargon-jargon LSM dan yayasan dibidang kebudayaan, apalagi retorika kancah politik yang sedang membahana di layar televisi setiap hari. Begitu sunyi. Sebagai soliloque (artinya kurang lebih hampir sama dengan ngunandiko dalam istilah Jawa, yang berarti menggumam sendiri dalam hati) yang melindap diam-diam pada kesadaran normatif publik Malang; pemilik kesenian tradisi tersebut. Berikut tulisan yang direvisi seperlunya oleh redaksi – karena kekhilafan aksarawi tanpa bermaksud mengubah intisari dari maksud sebenarnya.
Keunikan-keunikan dari seni drama tari topeng Malang khususnya yang ada di Dusun Glagahdowo, Kecamatan Tumpang.

Pada umumnya pelaku atau pemain seni drama tari topeng bisa memerankan berbagai karakter tokoh topeng, sebut saja mbah Rasimoen (alm), beliau tidak hanya mahir membawakan gerak tari gunung sari atau memerankan karakter tokoh Gunungsari tetapi beliau juga bisa memerankan karakter tokoh-tokoh lain, misalnya : ratu atau raja jenggala, patih, dsb. Mbah Gimun, selain mahir memerankan karakter tokoh Klono (raja Sabrang), beliau juga bisa memerankan tokoh Bapang, emban, dsb. Dan Mbah Jakimin, selain mahir memerankan tokoh pendeta, beliau juga bisa memerankan karakter tokoh wanita, seperti Dewi Sekartaji, Dewi Ragil Kuning, dsb.
Kalau melihat semacam itu, tentu kita bisa menyimpulkan dengan jelas bahwa mereka belajar atau berkecimpung dalam paguyuban seni drama tari topeng tidak hanya setahun atau dua tahun bahkan bisa sampai berpuluh-puluh tahun, meninjau dari usia mereka yang saat ini rata-rata sudah menginjak 75-80 tahun. Dan di usia mereka yang sudah menjelang senja tentunya mereka mempunyai kenangan fenomena tersendiri dalam proses berkesenian terutama dalam seni drama tari topeng Malang. Saat ini yang menjadi masalah adalah kerprihatinan mereka dalam melestarikan atau mencari regenerasi baru untuk kehidupan komunitas seni drama tari topeng Malang yang akan datang. Yang mereka resahkan, masih adakah anak muda di jaman sekarang ini yang masih mau peduli terhadap kesenian tradisi khususnya seni drama tari topeng Malangan yang dirasa sudah dalam keadaan kembang kempis dan akankah seni drama tari topeng Malang bisa tetap eksis ditengah-tengah era globalisasi saat ini.
Di sebuah komunitas yang mempunyai nama Sri Margo Utomo, tepatnya di Dusun Glagahdowo, Kecamatan Tumpang masih ada dua orang personil pemain drama tari topeng Malang, beliau adalah Mbah Gimun dan Mbah Jakimin. Di usia beliau yang bisa dibilang sudah sepuh tetapi beliau masih mempunyai semangat seperti anak muda dalam melestarikan kesenian drama tari topeng Malang, satu misal beliau masih mau memberi pengarahan-pengarahan dan dorongan semangat pada para penari topeng Malang, khususnya yang ada di Dusun Glagahdowo, Kecamatan Tumpang. Sri Margo Utomo memulai kiprahnya berkesenian kira-kira dari tahun 1939 sampai sekarang. Meskipun saat ini peronilnya tinggal dua orang. Berikut ini adalah biografi pemain drama topeng yang ada dipaguyuban tersebut.
Nama : Mbah Gimoen
Tempat / Tgl lahir : Malang, 1924
Beliau belajar dan berkecimpung dalam dunia seni drama tari topeng malang dari tahun 1939 sampai sekarang, menurut beliau pada waktu itu drama tari topeng tidak hanya sebagai seni pertunjukan saja tetapi juga sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dan masyarakat pada waktu itu juga sangat peduli dan benar-benar menghargai seni pertunjukan drama tari topeng. Wujud dari kepedulian mereka adalah dengan mengundang dan mendatangkan rombongan kesenian drama tari topeng pada acara acara hajatan misalnya manten, sunatan, entas-entas orang tengger (selamatan untuk yang sudah meninggal / kirim doa) dll. Mbah Gimun adalah pemeran tetap karakter tokoh topeng Kelono (Raja Sabrang) dan sampai sekarang pula tari Kelono pula yang selalu diajarkan pada anak didiknya.
Nama : Mbah Jakimin
Tempat / Tgl lahir : Malang, 1923
Sama seperti mbah Gimun, Mbah Jakimin berkecimpung di dunia seni drama tari topeng malang sejak tahun 1939 sampai sekarang. Meskipun saat ini beliau tidak aktif lagi diatas panggung Mbah Jakimin adalah pemeran yang mempunyai multi fungsi dalam setiap pertunjukan. Beliau tidak hanya bisa memerankan karakter tokoh wanita atau dewa tapi juga karakter tokoh-tokoh yang lainnya.
Adapun beberapa personil lain yang sudah almarhum yakni Mbah Rasimoen, Mbah Sueb, Mbah Lostari, Mbah Warno, Mbah Bilal, Mbah Roselin, Mbah Saruwi, Mbah Rakim.
Masih menurut Mbah Jakimin dan Mbah Gimoen, bahwa ditahun 1939 saat memulai kiprahnya di dunia seni drama tari topeng malang, bangsa Indonesia masih dalam masa penjajahan, dan perekonomian Indonesia juga masih sangat hancur. Bisa dibilang waktu itu rakyat Indonesia juga merasakan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan rombongan kesenian inipun saat itu merasakan hal yang sama.
Lalu ada tokoh seniman tari topeng yang bernama pak Item (pak Kasimun) yang mempunyai ide mengumpulkan anak didiknya untuk mbarang/ngamen kedaerah daerah Tengger demi memenuhi kebutuhan hidup mereka masing-masing yang termasuk terlibat didalamnya adalah Mbah Gimun, Mbah Rasimun, Mbah Jakimin, Mbah Paran, Mbah Bilal, Mbah Jari, Mbah Samud, dan Mbah Lostari, dalam perjalanannya tidak sedikit hal yang menjadi kendala buat mereka, karena belum ada fasilitas tranportasi maka mereka harus rela berjalan kaki sekaligus membawa peralatan topeng selengkapnya. Dan tidak mereka tidur di tengah hutan dengan hanya beralaskan daun cemara karena kemalaman di jalanan. Mereka juga rela menahan lapar dan haus ketika dalam perjalanan.
Kalaupun ada orang yang mau mempersilahkan mereka untuk mampir kesalah satu rumah penduduk, barulah mereka bisa makan dan minum, itupun seadanya, sesuai dengan keadaan yang punya rumah, biasanya hanya sekedar kopi, jagung rebus atau kentang rebus, singkong bakar, sayur kubis, kadang ada juga yang mempersilahkan mereka mampir sekaligus menyuruh mereka main (nanggap) dan memberi upah. Pada waktu itu upah mereka hanya dua sen untuk satu orang dan upah dua sen waktu itu sudah cukup untuk beli nasi bungkus. Tapi kalau dibandingkan dengan uang sekarang dua sen ternyata nilainya masih kurang dari 100 rupiah uang sekarang. Jarak perjalanan yang mereka tempuh pun sangat jauh yakni mereka berangkat dari Tumpang ke Gubug Klakah, dari Gubug Klakah ke Ngadas, dari Ngadas ke Ngadiwono, dari Ngadiwono ke Ledokombo, jadi terhitung dari kabupaten malang sampai kebupaten Probolinggo, tidak hanya sampai di Probolinggo mereka juga pernah melakukan perjalanan dari Tumpang ke Gubugklakah, dari Gubugklakah ke Ranu Pani (arah ke puncak gunung Semeru), lalu dari Ranupane ke Nggedok, atau tepatnya dari kabupaten Malang ke kabupaten Lumajang.
Didalam perjalanan mereka masih sempat melestarikan seni drama tari topeng dengan cara mengajari orang-orang dan anak-anak disekitar tempat mereka singgah untuk istirahat. Jadi keberadaan kesenian tari topeng tidak hanya ada dikabupaten Malang saja tapi juga ada di kabupaten Probolinggo dan kabupaten Lumajang.
Inilah sekapur sirih perjalanan hidup seniman drama tari topeng malang di masa lampau, dan melalui cerita ini beliau mempunyai harapan yang besar pada kita, generasi muda. Yang mereka harapkan ialah rasa peduli kita terhadap suka-duka mereka dalam perjalanan hidup berkesenian dan kesediaan kita untuk menyimak keluh-kesah mereka dalam usahanya melestarikan kesenian tradisi khususnya seni drama tari topeng malang
Nara sumber :
Sutrisno
Mbah Gimun
Mbah Jakimin
(tulisan Dwi Wahyu Asmarani, dusun glagahdowo diketik ulang oleh hisyam mawardie, yayak marsose)
Jaya, yayak, setiawira
Litbang Dewan Kesenian Malang




sumber : http://bumisegoro.wordpress.com/

0 comments:

Post a Comment

Home - - -
Copyright © 2010 On The Spot Update All Rights Reserved.